Rabu, 30 Mei 2012

Majalah Lama: "Pekerdja" Tahun 1965







Penerbit
: Biro Penerbitan Jajasan "Puspa", Djakarta. Alamat Redaksi: Djl. Matraman Raya No. 159, Djakarta. Direksi: Soetrisno B.S. Penanggung Djawab Redaksi: Ibnu Parna. Wakil Penanggung Djawab: Kahar Kusman. Anggauta: Iman Hidajat; Soetrisno B.S.

Terbit mingguan, setiap hari Senin. Tujuan majalah ini adalah melaksanakan Usdek secara menguntungkan kehidupan politik, ekonomi, dan sosial massa pekerja Indonesia dan sekitarnya.

Memuat tulisan-tulisan politik, industri, resep masakan, ekonomi, kesehatan, berita luar negeri, dan lain-lain. Dalam edisi ini, ada dua tulisan panjang tentang Trotskisme di Indonesia.

Ibnu Parna, Penanggung Jawab Redaksi majalah ini, adalah tokoh organisasi AKOMA, yang didirikan pada 10 Juni 1946. Pada masa-masa awal, banyak orang menduga bahwa AKOMA adalah organisasi pemuda dari Partai MURBA. Tapi Ibnu Parna membantahnya dengan beberapa alasan. Antara lain, karena AKOMA lahir lebih dulu dibanding MURBA yang didirkan pada 7 November 1948.

Pada 1948, penulisan nama AKOMA kemudian diubah menjadi ACOMA. Ini, antara lain, juga dimaksudkan untuk memperjelas bahwa ACOMA bukanlah bagian dari Partai Komunis Indonesia (PKI).

**

Posisi ACOMA yang menolak "Linggarjati-Renville" membuatnya bertemu dengan kelompok-kelompok lain yang juga menolak. Kelompok ini kemudian "bersatu" dalam satu platform yang dikenal dengan nama Gerakan Revolusi Rakjat (GRR). Di sini ACOMA bertemu dengan Partai Rakyat; Partai Rakyat Jelata; Partai Buruh Merdeka; dan Partai Wanita Rakyat.

Lalu, atas usul Tan Malaka (di tengah berkobarnya Peristiwa Madiun), lima kelompok politik dalam GRR ini mengadakan konferensi untuk meninjau sampai di mana kelima kelompok politik ini dapat dilebur dalam satu partai. Partai Rakyat (Maruto Nitimihardjo dkk); partai Rakyat Jelata (Dawanis dkk); partai Buruh Merdeka (samsu Harja Udaja dkk) menyatakan setuju, dengan dasar tujuan: masyarakat sosialis dan asas anti-imperialisme, anti-kapitalisme, anti-fasisme, dan asas anti-feodalisme.

Sedangkan Partai Wanita Rakyat (Nyonya Mangunsarkoro dkk) melihat bahwa Tan Malaka adalah seorang komunis. Lalu, karena Nyonya Mangunsarkoro sendiri hampir terbunuh dalam Peritwa Madiun dan banyak mendengar kejadian saling membunuh yang kejam dalam peristiwa itu, Ibu Mangunsarkoro dengan menangis beliau berkata: "Peristiwa Madiun, saling membunuh yang tidak perlu, apakah itu yang disebut kumisme?"

Menurut pandangan ACOMA, dalam situasi yang panik itu, Ibu Mangunsarkoro seperti dilanda comunisto-phobi, dan tidak dapat membedakan antara Komunis-Stalinis Muso dan Komunis Trotskis Tan Malaka.

Adapun ACOMA dapat menyetujui rencana fusi di antara kelompok-kelompok politik dalam GRR itu, dengan dua catatan: 1. Marxisme-Leninisme diterima sebagai asas partai. 2. Tan Malaka tidak menempatkan diri di luar fusi yang akan dibentuk, tetapi masuk dan memimpin secara langsung hasil fusi itu.

Rupanya syarat-syarat yang diajukan oleh ACOMA tidak diterima. Dengan demikian tidak ada alasan yang cukup bagi ACOMA untuk ikut meleburkan diri dalam fusi. Perbedaan itu, versi ACOMA, adalah karena Partai Wanita Rakyat yang comunisto-phobi, sementara ACOMA justru menghendaki pembentukan partai komunis revolusioner.

Akhirnya fusi hanya terjadi di antara Partai Rakyat, Partai Rakyat Jelata, dan partai Buruh Merdeka, yang kemudian melahirkan Partai MURBA.

**

Cerita di atas sebenarnya ingin memperjelas bahwa ACOMA adalah organisasi yang tumbuh di luar Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Partai MURBA.

Majalah yang tampak di blog adalah edisi 38/Tahun III/1965. Harga: Rp. 90,- (Djakarta Raja) dan Rp. 100,- (Luar Djakarta Raja), termasuk sumbangan untuk Monumen Nasional (Monas).

3 komentar:

  1. mantab
    Salut pada bapak Kemala atmojo
    Salam Sejarah
    Salam kenal

    BalasHapus
  2. Saya sangat perlu mengakses majalah ini. Gimana kiranya bisa saya akses yah?

    BalasHapus
  3. Saya juga membutuhkan isi majalah ini. Apakah memungkinkan untuk mengkopi?

    BalasHapus